Sabtu, 22 September 2007

linting dhewe...

Yogyakarta
Senin, 09 April 2007

Usaha
Siasati Keborosan dengan "Linting Dhewe"
Sleman, Kompas - Pemborosan yang terjadi akibat kebiasaan merokok dapat disiasati dengan cara membuat lintingan rokok sendiri. Selain rasanya sama dengan rokok kemasan yang dijual bebas, yang bersangkutan juga merasa lebih puas karena ikut terlibat langsung mulai dari proses pencampuran bahan sampai mengisapnya.

Landung Simatupang, salah seorang pemilik warung rokok Tingwe Caglak Kedai Tembakau Djogja 01 di kompleks Tarakanita I/21 Gejayan, Santren, beberapa waktu lalu, menuturkan, tidak sedikit pelanggan yang cocok dan beralih pada rokok linting dhewe (tingwe), dari sebelumnya mereka mengonsumsi rokok kemasan yang dijual bebas.

"Dengan melinting sendiri, penggemar berat rokok bisa menghemat hingga 60-70 persen. Harga rokok kemasan lebih mahal karena ada pajaknya, yakni pajak rokok. Pajak tingwe hanya berupa pajak tembakau," ujar Landung yang didampingi istrinya, Engelina P.

Menurut Landung, cara ini cukup efektif bagi perokok yang belum bisa menghentikan kebiasaan 100 persen lantaran alasan ekonomi. Demikian pula masalah kesehatan, ia memiliki trik lain, yakni menyiasati dengan menyediakan buku-buku dan menempelkan brosur mengenai sejarah rokok hingga bahaya yang ditimbulkan lebih rinci pada dinding kedai. Dari situlah perokok bisa memperoleh tambahan pengetahuan sekaligus melakukan penghematan.

Ia mencontohkan, ada salah seorang pelanggannya yang masih kuliah di sebuah kampus di Yogyakarta yang berhasil menghemat biaya pengeluaran. Uang rokok sang mahasiswa yang mencapai Rp 400.000-an per bulan bisa ditekan kurang dari Rp 200.000.

Rasa sama
Meski menyediakan bahan mentah alias belum dilinting, tembakau yang ditawarkan Landung bukan sembarangan. Tembakau diperoleh dari paguyuban mantan peramu rokok yang sebelumnya pernah bekerja di pabrik rokok terkenal. Tembakau itu juga sama dengan rokok-rokok kemasan bermerek yang dijual bebas. "Para peramu inilah yang bisa menyediakan aneka bahan sesuai dengan rasa rokok kemasan," ujar Engelina.

Rokok tingwe memang cara yang efektif untuk melakukan penghematan. Namun tidak semua perokok melirik produk yang satu ini. Roni, pedagang rokok kemasan di Nayan, Maguwoharjo, Sleman, mengatakan anak muda yang gaul biasanya akan memilih rokok kemasan yang dirasakan lebih praktis.

"Melinting biasanya membutuhkan waktu dan tempat tertentu. Sedangkan anak muda biasanya lebih yang simpel-simpel," ujarnya. (WER)

sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0704/09/jogja/1035801.htm




Jawa Tengah
Sabtu, 31 Mei 2003

Rokok "Tingwe" ala Warga Blumah
NAIKNYA harga rokok keretek produksi pabrik rokok besar di Kota Kudus, Kediri, Malang, dan Surabaya sejak awal 2003 menyebabkan warga pedesaan yang berpenghasilan pas-pasan merasa keberatan.

"Kenaikan harga itu menyebabkan harga rokok keretek merek terkenal bisa Rp 500 per batang. Mahalnya harga rokok inilah yang mendorong warga memproduksi rokok untuk dijual ke kalangan sendiri," tutur Kepala Desa Blumah, Kabupaten Batang, Zaenal Arifin, pekan lalu.

Lahan pertanian di desa yang terletak di kawasan Pegunungan Dieng bagian utara, Desa Blumah di Kecamatan Plantungan dan Kecamatan Bandar, cukup subur untuk ditanami tembakau dan cengkeh. Desa yang berhawa sejuk itu memaksa warga harus akrab dengan rokok untuk mengusir hawa dingin yang memeluk kehidupan mereka sehari-hari.

Perajin rokok lokal Blumah, Taufik, mengatakan, rokok hasil kerajinan warga itu adalah rokok tingwe (nggelinting dewe) alias melinting sendiri. Bedanya, kalau dulu rokok tingwe dibuat dengan tangan, kini sudah meningkat memakai alat pelinting, yang diadopsi dari pelinting rokok di pabrik rokok keretek dari kayu.

"Kapasitas produksi rokok dari alat ini cukup lumayan. Satu jam bisa menghasilkan 200 linting rokok keretek. Di desa saat ini terdapat 15 warga yang memilikinya dan setiap hari memproduksi ribuan rokok tingwe untuk dijual ke warga atau di pasar desa setempat," ungkap Taufik.

Perajin rokok Muarif memeragakan cara membuat sebatang rokok dengan alat itu. Awalnya, dia menempelkan kertas rokok warna putih di atas lekukan mesin pelinting. Di atas kertas itu kemudian diberi adonan tembakau serta campuran cengkeh sedikit.

Setelah adonan siap, tuas langsung ditekan kuat. Meloncatlah rokok hasil produksi sendiri yang siap dinikmati. Supaya rapi, kedua ujung rokok linting itu digunting.

Warga biasanya memproduksi rokok dengan warna putih dan coklat. Rokok coklat sangat laku karena aroma dan adonan tembakau yang dicampur tembakau mahal, Virginia.

"Saat ini rokok produksi warga Blumah belum diberi merek. Meski belum punya merek, sudah laku dijual. Rokok ini juga dijual ke pasar setempat. Harga per bungkus Rp 2.500 isi 20 batang. Kalau dijual eceran di pasar, harganya bisa Rp 250/batang," katanya.

KETERAMPILAN warga Blumah memproduksi rokok tingwe serta merta menarik perhatian banyak tamu yang datang dalam lokakarya Penyelamatan Kawasan Pegunungan Dieng di Desa Tombo, Kecamatan Bandar, Batang, pekan lalu.

Warga Blumah bahkan membuat stan di lapangan, tempat lokakarya itu dilaksanakan. Di stan itulah semua jenis rokok buatan warga Blumah dipamerkan, termasuk cara membuat rokok pun diperagakan.

Kerajinan membuat rokok ini juga ditunjang perajin kayu di Blumah. Perajin kayu menyediakan kotak tempat rokok dari kayu untuk perajin rokok. Kotak kayu rokok itu bisa memuat 20 batang rokok lokal. (WINARTO HERUSANSONO)

sumber: http://kompas.com/kompas-cetak/0305/31/jateng/341209.htm